Rabu, 28 Oktober 2009

perubahan perilaku sebagai dampak promosi kesehatan anemia pada ibu hamil




Kondisi anemia dan Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil mempunyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, antara lain meningkatkan risiko bayi dengan berat lahir rendah, keguguran, kelahiran premature dan kematian pada ibu dan bayi baru lahir. Hasil survey menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen,dan pada ibu nifas 45 persen. Sedangkan prevalensi wanita usia subur (WUS) menderita KEK pada tahun 2002 adalah 17,6 persen. Tidak jarang kondisi anemia dan KEK pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan, partus lama, aborsi dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu.

Malnutrisi bukan hanya melemahkan fisik dan membahayakan jiwa ibu, tetapi juga mengancam keselamatan janin. Ibu yang bersikeras hamil dengan status gizi buruk, berisiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah 2-3 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan status gizi baik, disamping kemungkinan bayi mati sebesar 1.5 kali.

Salah satu cara untuk mengetahui status gizi Wanita Usia Subur (WUS) umur 15-49 tahun adalah dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Hasil pengukuran ini bisa digunakan sebagai salah satu cara dalam mengidentifikasi seberapa besar seorang wanita mempunyai risiko untuk melahirkan bayi BBLR. Indikator Kurang Energi Kronik (KEK) menggunakan standar LILA <23,5cm. Dari hasil survei BPS tahun 2000-2005 gambaran risiko KEK yang diukur berdasarkan LILA menurut kelompok umur menunjukkan bahwa persentase wanita usia subur dengan LILA < 23.5 cm (berisiko KEK) umur 15-49 tahun rata-rata adalah 15.49.

Penelitian Saraswati dan Sumarno (1998) menunjukkan bahwa ibu hamil dengan kadar Hb <10 g/dl mempunyai risiko 2.25 kali lebih tinggi untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu hamil dengan kadar Hb di atas 10 g/dl , dimana ibu hamil yang menderita anemia berat mempunyai risiko untuk melahirkan bayi BBLR 4.2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tdak anemia berat.

Informasi yang dikumpulkan oleh Sub Commitee on Nutrition WHO menunjukkan bahwa paling sedikit satu diantara dua kematian ibu di negara sedang berkembang adalah akibat anemia gizi besi. Suatu studi di Indonesia pada 12 rumah sakit pendidikan pada akhir tahun 1970 melaporkan bahwa angka kematian ibu di kalangan penderita anemia adalah 3.5 kali lebih besar dibandingkan dengan golongan ibu yang tidak anemia. Apabila kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%, risiko kematian maternal meningkat sekitar delapan kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tidak anemia.

Disparitas kematian ibu antar wilayah di Indonesia masih cukup besar dan masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN misalnya resiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65, dibandingkan dengan 1 dari 1.100 di Thailand. Pada tahun 2002 angka kematian ibu (AKI) di Indonesia angka 307 per 100.000 kelahiran hidup. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.








Setelah di adakan nya promosi kesehatan tentang anemia pada ibu hamil, peserta penyuluhan tersebut diharapkan:
1)Memahami dan mengerti tujuan promosi kesehatan tentang anemia khususnya pada ibu hamil
2)Menerapkan pola hidup sehat dan nutrisi yang seimbang, sebagaimana yang telah dianjurkan pada promkes tentang anemia tersebut
3)Mengetahui cara penanganan dan pencegahan apabila ibu telah menderita anemia agar tidak terjadi kemungkinan komplikasi penyakit lain
4)Diharapkan dengan adanya promosi kesehatan, dapat munurunkan tingkat anemia dimasyarakat terutama ibu hamil

Rabu, 14 Oktober 2009

PROMOSI KESEHATAN TENTANG PERILAKU HIDUP SEHAT PADA MASYARAKAT

TUGAS PROMKES KELOMPOK II :
1.ALIMAH
2.EVA RUSIVA
3.LIA NOVIA HK
4.NURIANA
5.SRI LESTARI
6.RAHMI MARDIANA






Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga

PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.

PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga ber PHBS yang melakukan 10 PHBS yaitu :

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

2. Memberi ASI ekslusif

3. Menimbang balita setiap bulan

4. Menggunakan air bersih

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

6. Menggunakan jamban sehat

7. Memberantas jentik dd rumah sekali seminggu

8. Makan buah dan sayur setiap hari

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

10. Tidak merokok di dalam rumah

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Institusi Kesehatan
PHBS di Institusi Kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan berperan aktif dalam mewujudkan Institusi Kesehatan Sehat dan mencegah penularan penyakit di institusi kesehatan.
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di Institusi Kesehatan yaitu :
1. Menggunakan air bersih
2. Menggunakan Jamban
3. Membuang sampah pada tempatnya
4. Tidak merokok di institusi kesehatan
5. Tidak meludah sembarangan
6. Memberantas jentik nyamuk
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat – tempat Umum

PHBS di Tempat – tempat Umum adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan pengelola tempat – tempat umum agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan tempat – tempat Umum Sehat.
Tempat – tempat Umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat seperti sarana pariwisata, transportasi, sarana ibadah, sarana perdagangan dan olahraga, rekreasi dan sarana sosial lainnya.

Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di Tempat – Tempat Umum yaitu :

1. Menggunakan air bersih

2. Menggunakan jamban

3. Membuang sampah pada tempatnya

4. Tidak merokok di tempat umum

5. Tidak meludah sembarangan

6. Memberantas jentik nyamuk

Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah
PHBS di Sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat.
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di sekolah yaitu :
1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun
2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
4. Olahraga yang teratur dan terukur
5. Memberantas jentik nyamuk
6. Tidak merokok di sekolah
7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan
8. Membuang sampah pada tempatnya
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat Kerja

PHBS di Tempat kerja adalah upaya untuk memberdayakan para pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan Tempat Kerja Sehat.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat kerja antara lain :

1. Tidak merokok di tempat kerja

2. Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja

3. Melakukan olahraga secara teratur/aktifitas fisik

4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar dan buang air kecil

5. Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja

6. Menggunakan air bersih

7. Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar

8. Membuang sampah pada tempatnya

9. Mempergunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan


PHBS di Sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat.
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di sekolah yaitu :
1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun
2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
4. Olahraga yang teratur dan terukur
5. Memberantas jentik nyamuk
6. Tidak merokok di sekolah
7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan
8. Membuang sampah pada tempatnya
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat Kerja

PHBS di Tempat kerja adalah upaya untuk memberdayakan para pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan Tempat Kerja Sehat.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat kerja antara lain :

1. Tidak merokok di tempat kerja

2. Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja

3. Melakukan olahraga secara teratur/aktifitas fisik

4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar dan buang air kecil

5. Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja

6. Menggunakan air bersih

7. Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar

8. Membuang sampah pada tempatnya

9. Mempergunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan

#

Jumat, 09 Oktober 2009

Sejarah Promosi Kesehatan

Dilihat dari kondisi keadaan kita kita sekarang masih banyak masyarakat yang masih tidak ada kesadaran untuk memperhatikan kesehatannya. Terutama bagi mereka yang masih tidak memilihi pengetahuan tentang pentingnya kesehatan. Namun tidak menutup kemungkinan orang kesehatan pun masih kurang memperhatikan akan kesehatan dan kebersihan. Oleh karena itu, hendaknya promosi kesehatan terus ditingkatkan. Agar yang namanya kebersihan dan kesehatan tetap terus terjaga. Setidaknya untuk mengingatkan kembali betapa pentingnya kesehatan yang kadang kali terabaikan.
SEJARAH PROMOSI KESEHATAN

Di zaman pra dan awal kemerdekaan dulu propaganda masalah kesehatan itu sudah dilakukan. Pada waktu itu cara propaganda itulah yang dilakukan untuk memberi penerangan kepada masyarakat tentang kesehatan. Propaganda pada waktu itu dilakukan dalam bentuknya yang sederhana melalui pengeras suara atau dalam bentuk gambar dan poster. Juga melalui film layar tancap. Cara-cara itu kemudian berkembang, karena propaganda dirasakan kurang efektif apabila tidak dilakukan upaya perubahan atau perbaikan perilaku hidup sehari-hari masyarakat. Maka dilancarkanlah upaya pendidikan kesehatan masyarakat (health education) yang dipadukan dengan upaya pembangunan masyarakat (community development) atau upaya pengorganisasian masyarakat (community organization). Upaya ini berkembang pada tahun 1960 an, sampai kemudian mengalami perkembangan lagi pada tahun 1975 an, menjadi “Penyuluhan Kesehatan”. Meski fokus dan caranya sama, tetapi istilah “Pendidikan kesehatan” itu berubah menjadi “Penyuluhan Kesehatan”, karena pada waktu itu istilah “pendidikan” khusus dibakukan di lingkungan Departemen Pendidikan. Pada sekitar tahun 1995 istilah Penyuluhan kesehatan itu berubah lagi menjadi “Promosi Kesehatan”. Perubahan itu dilakukan selain karena hembusan perkembangan dunia (Health promotion mulai dicetuskan di Ottawa pada tahun 1986), juga sejalan dengan paradigma sehat, yang merupakan arah baru pembangunan kesehatan di Indonesia. Istilah itulah yang berkembang sampai sekarang, yang antara lain menampakkan wujudnya dalam bentuk pemasaran atau iklan, yang marak pada era milenium ini.


Masa Penjajahan

Mula-mula Belanda, untuk kepentingan mereka sendiri, membentuk Jawatan Kesehatan Tentara (Militair Geneeskundige Dienst) pada tahun 1808. Itu terjadi pada waktu pemerintahan Gubernur Jendral H.W. Daendels, yang terkenal dengan pembuatan jalan dari Anyer sampai Banyuwangi, yang membawa banyak korban jiwa penduduk. Pada waktu itu ada tiga RS Tentara yang besar, yaitu di Batavia (Jakarta), Semarang dan Surabaya. Usaha kesehatan sipil mulai diadakan pada tahun 1809, dan Peraturan Pemerintah tentang Jawatan Kesehatan Sipil dikeluarkan pada tahun 1820. Pada tahun 1827 kedua jawatan digabungkan dan baru pada tahun 1911 ada pemisahan nyata antara kedua jawatan tersebut. Pada permulaannya, perhatian hanya ditujukan kepada kelompok masyarakat penjajah (Belanda) sendiri, beserta para anggota tentaranya yang juga meliputi orang pribumi. Sedangkan usaha untuk mempertinggi kesehatan rakyat secara keseluruhan baru dinyatakan dengan tegas dengan dibentuknya Jawatan/Dinas Kesehatan Rakyat pada tahun 1925. Sedangkan pelayanan kesehatan yang mula-mula dilakukan adalah pengobatan dan perawatan (upaya kuratif), melalui RS Tentara.
Pada waktu itu sebagian besar rakyat di pedesaan masih sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, kepercayaan akan tahayul, sedangkan pengobatan lebih percaya pada dukun. Ibu-ibu pada waktu melahirkan bayinya juga lebih banyak ditolong oleh dukun. Kondisi hygiene-santasi masih sangat buruk, dan berobat ke dokter masih menimbulkan rasa takut. Banyak penyakit timbul karena pola hidup yang tidak bersih dan tidak sehat. Pada waktu itu sering terjadi wabah malaria, kolera, sampar, dan cacar. Di samping itu juga sering terjadi wabah busung lapar di daerah-daerah tertentu. Sedangkan penyakit frambusia/patek/puru, kusta dan tuberkulosis merupakan penyakit rakyat. Usaha preventif pertama yang dilakukan adalah pemberian vaksin cacar yang hanya dilakukan dalam kelompok terbatas. Usaha lainnya yang sebenarnya tertua usianya adalah pengasingan para penderita kusta, tetapi itu lebih sebagai usaha pencegahan penularan semata-mata. Selain itu juga ada kegiatan pengasingan para penderita sakit jiwa, yang hanya dilakukan terhadap mereka yang berbahaya bagi masyarakat sekelilingnya.
Dengan adanya wabah kolera, pada tahun 1911 di Batavia dibentuk badan yang diberi nama “Hygiene Commissie” yang kegiatannya berupa: memberikan vaksinasi, menyediakan air minum dan menganjurkan memasak air untu diminum. Perintis usaha ini adalah Dr. W. Th. De Vogel. Selanjutnya pada tahun 1920 diadakan jabatan “propagandist” (juru penyiar berita) yang meletakkan usaha pendidikan kesehatan kepada rakyat melalui penerbitan, penyebar luasan gambar dinding, dan pemutaran film kesehatan. Usaha ini karena penghematan dihentikan pada tahun 1923.



“Medisch Hygienische Propaganda”

Pada tahun 1924 oleh pemerintah Belanda dibentuk Dinas Higiene. Kegiatan pertamanya berupa pemberantasan cacing tambang di daerah Banten. Bentuk usahanya dengan mendorong rakyat untuk membuat kakus/jamban sederhana dan mempergunakannya. Lambat laun pemberantasan cacing tambang tumbuh menjadi apa yang dinamakan “Medisch Hygienische Propaganda”. Propaganda ini kemudian meluas pada penyakit perut lainnya, bahkan melangkah pula dengan penyuluhan di sekolah-sekolah dan pengobatan kepada anak-anak sekolah yang sakit. Timbullah gerakan, untuk mendirikan “brigade sekolah” dimana-mana. Hanya saja gerakan ini tidak lama usianya.
Baru pada tahun 1933 dapat dimulai organisasi higiene tersendiri, dalam bentuk Percontohan Dinas Kesehatan Kabupaten di Purwokerto. Dinas ini terpisah dari Dinas Kuratif tetapi dalam pelaksanaannya bekerjasama erat. Dalam hubungan usaha higiene ini perlu disebutkan nama Dr.John Lee Hydrick dari Rocckefeller Fundation (Amerika), yang memimpin pemberantasan cacing tambang mulai tahun 1924 sampai 1939, dengan menitik beratkan pada Pendidikan Kesehatan kepada masyarakat. Ia mengangkat kegiatan Pendidikan Kesehatan Rakyat (Medisch Hygienische Propaganda) dengan mengadakan penelitian operasional tentang lingkup penderita penyakit cacing tambang di daerah Banyumas. Ia menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang Hygiene dan Sanitasi, dengan mencurahkan banyak informasi tentang penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta usaha pencegahan dan peningkatan kesehatan (cacing tambang, malaria, tbc.). Ia mengadakan pendekatan dalam upaya membangkitkan dan menggerakkan partisipasi masyarakat (pendekatan seperti ini nanti dikenal dengan nama “pendekatan edukatif”). Yang menonjol pada waktu itu adalah penggunaan media pendidikan (booklets, poster, film dsb) dan juga kunjungan rumah yang dilakukan oleh petugas sanitasi yang terdidik.
Sebagai pelaksana kegiatan pendidikan kesehatan dalam bidang Hygiene dan Sanitasi, seorang dokter pribumi bernama Dr. Soemedi, kemudian mendirikan Sekolah Juru Hygiene di Purwokerto. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh Dr. R. Mochtar yang kemudian menjabat sebagai Kepala Bagian Pendidikan Kesehatan Rakyat (Medisch Hygienische Propaganda Dienst). Sehubungan dengan karya atau usaha Dr. Hydrick itu, Dr. R. Mochtar mengemukakan sbb.:

“Selama penyelidikan itu, diadakan penerangan kepada penduduk tentang penyakit cacing dengan menggunakan film, dan gambar-ganbar sorot. Hasil penerangan itu begitu besar, hingga terjadilah keyakinan, bahwa mungkin sekali kepada penduduk diberikan pengetahuan lebih lanjut tentang kesehatan itu dan tentang penyakit dengan jalan mengadakan propaganda tentang kesehatan dan organisasi pekerjaan hygiene secara seksama.

Kemudian timbul suatu pekerjaan secara teratur dalam lapangan Medisch Hyg. Propaganda dan hygiene yang seksama di daerah-daerah desa, dibawah pimpinan dokter-dokter. Suatu daerah percontohan diadakan di wilayah Kabupaten Banyumas . Disamping itu diadakan suatu sekolah Mantri Kesehatan.
Berkat kegiatan mereka jang mendjalankan tugasnja dalam lapangan tersebut, maka pekerdjaan tadi dalam arti sebenarnyja mendjelma sebagai suatu pendidikan tentang kesehatan kepada rakyat bukan saja suatu medisch hygiensche propaganda.
Meskipun para pegawai acapkali menghadapi orang-orang jang salah faham tentang pekerjaan itu dan mengalami berbagai penghinaan, akan tetapi dengan penuh keyakinan tentang kesucian pekerjaan itu, mereka menjalankan tugasnya, sehingga pendidikan kesehatan rakjat itu memperoleh tempat dalam usaha Pemerintahan dalam lapangan kesehatan rakjat, bahkan sejak pecahnya revolusi pada tahun 1945 di Indonesia telah dibangun urusan hygiene desa atas dasar pendidikan kesehatan rakyat.
Perang dunia ke II mengakibatkan datangnya zaman baru. Arus gelombang gerakan kesehatan rakyat di dunia telah juga meliputi Indonesia. Di Indonesia filsafat kesehatan yang dianjurkan oleh W.H.O. itu diterima pula dan dijadikan dasar dalam gerakan kesehatan rakyat di Indonesia. Oleh karena itu dapat diramalkan, bahwa pekerjaan Pendidikan Kesehatan Rakyat itu terus menerus akan memperoleh perhatian besar dari pemerintah, maupun masyarakat. Filsafat yang diandjurkan oleh W.H.O. itu ialah, bahwa kesehatan itu adalah :

“a state of complete physical, mental and social wellbeing and not merely the absence of disease or infirmity”(Suatu keadaan sempurna mengenai tubuh, rohani dan sosial, bukan saja tidak ada penjakit, uzur arau cacad).


Riwayat Kesehatan Rakyat memperlihatkan, bahwa pada permulaannya Usaha Kesehatan Rakyat itu ditujukan kepada usaha menyehatkan lingkungan hidup dan pemberantasan penjakit; usaha itu didjalankan untuk rakyat dengan jika perlu menggunakan juga undang-undang.
Akan tetapi dalam bentuk Usaha Kesehatan Rakyat yang paling baru, usaha-uaaha itu dijalankan untuk rakyat dengan ikut sertanya rakyat. Ini berarti bahwa penyelenggaraanUsaha Kesehatan Rakyat itu membutuhkan juga gerakan rakyat ke jurusan tadi. Hal ini sungguh lebih sukar daripada menjalankan usaha itu tidak dengan syarat bahwa rakjat juga harus ikut mengadakan inisiatif.
Inisiatif rakyat tadi perlu dibangunkan dengan jalan pendidikan, agar rakyat dapat mengerti dan suka sama-sama bekerja dengan pemerintah untuk keperluan mereka sendiri. Bantuan rakyat itu harus berdasarkan atas inteligensi”.

(R.Mochtar, M.D.,M.P.H. –1954, tulisan sudah disesuaikan dengan ejaan baru)






Senin, 05 Oktober 2009

akbid sari mulia

terimakasih telah menjadi tempat pendidikan ku.